TAUHID RUBUBIYAH
Tauhid rububiyah adalah pengesaan Alloh ﷻ dalam rububiyah-Nya. Yaitu pengesaan dan pensucian Alloh ﷻ dalam kekuasaan dan perbuatan-perbuatan-Nya. Tiada syarik (sekutu) bagi-Nya dalam semua itu.
Termasuk kandungan tauhid rububiyah, bahwa hanya Alloh ﷻ Pencipta alam semesta dan semua yang ada di dalamnya, Pemberi dan Pencegah, yang menghidupkan dan yang mematikan, yang mengadakan dan yang meniadakan. Tiada sekutu bagi-Nya. Alloh berfirman,
ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ وَجَعَلَ ٱلظُّلُمَٰتِ وَٱلنُّورَۖ ثُمَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ بِرَبِّهِمۡ يَعۡدِلُونَ
Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, dan menjadikan gelap dan terang, namun demikian orang-orang kafir masih mempersekutukan Tuhan mereka dengan sesuatu. [QS. al-An’am (6): 1]
Termasuk tauhid rububiyah, bahwa Alloh ﷻ adalah Penguasa tertinggi, kekuasaan-Nya tidak ada batasnya dan tidak ada yang menandingi-Nya. Semua makhluk berada dalam genggaman kekuasaan-Nya. Semua yang dikehendaki-Nya pasti terjadi dan semua yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan pernah terjadi. Tidak ada keinginan lain yang bisa terlaksana bila bertentangan dengan keinginan-Nya. Tidak ada yang bisa mencegah-Nya dari berbuat apa pun juga.
Termasuk tauhid rububiyah-Nya, hanya Alloh ﷻ Yang Maha Memuliakan dan Menghinakan, Mengangkat dan Merendahkan, Mengayakan dan Memiskinkan, Memberi manfaat dan Mencelakakan. Tidak ada yang mampu menandingi-Nya dalam kerububiyahan-Nya tersebut.
Alloh ﷻ adalah Pengatur dan Penentu segala-galanya, Raja dan Pemilik semuanya. Maha Suci Alloh ﷻ dari segala sifat kekurangan dan kelemahan. Dan Maha Suci Alloh ﷻ dari kesamaan dengan apa pun juga.
Tidak ada satu dzat pun yang menyamai Alloh ﷻ (dalam rububiyah-Nya), menandingi-Nya atau mendekati derajat-Nya. Barangsiapa yang beranggapan atau percaya bahwa ada dzat lain yang mempunyai hak rububiyah, baik seluruhnya atau sebagiannya, maka orang itu telah berbuat syirik kepada Alloh ﷻ dan telah menjadi orang musyrik yang kekal di Jahannam, walaupun berasal dari keluarga Muslim, menunaikan sholat atau berpuasa bahkan berjihad fi sabiilillah.
TAUHID ASMA’ WA SHIFAT
Tauhid Asma’ wa Shifat adalah pengesaan Alloh ﷻ (dalam hal nama-nama dan sifat-sifat-Nya), yaitu keyakinan yang pasti bahwa Alloh ﷻ mempunyai nama-nama yang mulia dan sifat-sifat yang agung serta sempurna, yang tidak diiringi oleh suatu kekurangan, kelemahan atau keburukan, sebagaimana yang telah dikabarkan oleh Alloh ﷻ sendiri di dalam kitab-Nya dan oleh Rosululloh ﷺ di dalam hadits-haditsnya. Alloh berfirman,
ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَۖ لَهُ ٱلۡأَسۡمَآءُ ٱلۡحُسۡنَىٰ
(Dialah) Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, yang mempunyai nama-nama yang terbaik. [QS. Thoha (20): 8]
Nama-nama Alloh ﷻ tidak kita ketahui bilangan atau banyaknya. Sebab selain nama-nama yang Alloh ﷻ ajarkan kepada hamba-hamba-Nya, Alloh ﷻ pun memiliki nama-nama yang disembunyikan-Nya pada ilmu ghoib di sisi-Nya.
Nama-nama Alloh ﷻ adalah tauqifiyah, artinya bahwa nama-nama Alloh ﷻ sudah ditentukan oleh-Nya melalui al-Qur’an dan hadits-hadits Rosul-Nya Tidak ada seorang pun yang berhak membuat nama baru untuk Alloh ﷻ dengan ijtihadnya sendiri.
إِنۡ هِيَ إِلَّآ أَسۡمَآءٞ سَمَّيۡتُمُوهَآ أَنتُمۡ وَءَابَآؤُكُم مَّآ أَنزَلَ ٱللَّهُ بِهَا مِن سُلۡطَٰنٍۚ إِن يَتَّبِعُونَ إِلَّا ٱلظَّنَّ وَمَا تَهۡوَى ٱلۡأَنفُسُۖ وَلَقَدۡ جَآءَهُم مِّن رَّبِّهِمُ ٱلۡهُدَىٰٓ
Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu mengada-adakannya; Allah tidak menurunkan suatu keterangan apa pun untuk (menyembah)nya. Mereka hanya mengikuti dugaan, dan apa yang diingini oleh keinginannya. Padahal sungguh, telah datang petunjuk dari Tuhan mereka. [QS. an-Najm ( 53): 23]
Salah satu kaidah umum dan dasar dalam aqidah Islamiyyah bahwa satu-satunya sumber aqidah Islamiyyah adalah wahyu dari Alloh ﷻ yang disampaikan oleh Rosul-Nya baik dalam al-Qur’an maupun dalam hadits-hadits Rosul-Nya.
وَإِذَا لَمۡ تَأۡتِهِم بِـَٔايَةٖ قَالُواْ لَوۡلَا ٱجۡتَبَيۡتَهَاۚ قُلۡ إِنَّمَآ أَتَّبِعُ مَا يُوحَىٰٓ إِلَيَّ مِن رَّبِّيۚ هَٰذَا بَصَآئِرُ مِن رَّبِّكُمۡ وَهُدٗى وَرَحۡمَةٞ لِّقَوۡمٖ يُؤۡمِنُونَ
Dan apabila engkau (Muhammad) tidak membacakan suatu ayat kepada mereka, mereka berkata, “Mengapa tidak engkau buat sendiri ayat itu?” Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya aku hanya mengikuti apa yang diwahyukan Tuhanku kepadaku. (Al-Qur`ān) ini adalah bukti-bukti yang nyata dari Tuhan kalian, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” [QS. al-A’rof (7): 203]
Kaidah di atas berlaku bagi semua permasalahan aqidah, termasuk masalah asma’ wa shifat. Maka kaidah dalam asma’ wa shifat adalah:
- Apa-apa yang Alloh ﷻ dan Rosul-Nya tetapkan bagi-Nya baik nama, sifat ataupun perbuatan, maka kita mempercayai dan menetapkan hal tersebut bagi-Nya.
- Apa-apa yang Alloh dan Rosul-Nya sangkal bagi-Nya, baik nama, sifat ataupun perbuatan, maka kita pun menyangkalnya.
- Apa-apa yang tidak tercantum dalam wahyu-Nya, baik penetapan atau penyangkalan, baik dalam nama, sifat atau pun perbuatan-Nya, maka kita tidak melibatkannya dalam aqidah kita, baik dalam bentuk penetapan (penerimaan) atau pun dalam bentuk penyangkalan (penolakan).
RUKUN KATA
Setiap kata mempunyai tiga rukun, yaitu: lafadz, arti dan hakikat. Lafadz kata yang sama, bisa mempunyai arti yang sama dalam bahasa, tetapi mempunyai hakikat yang berbeda, tergantung pada Dzat si empunya kata tersebut… Contoh kata “kepala”, ketika kata “kepala” ini dihubungkan dengan dua pemilik yang berbeda, maka hakikatnya akan berbeda pula. Misalnya: kepala sekolah dan kepala macan.
Alloh ﷻ memberitahukan kita tentang nama-nama dan sifat-sifat-Nya, dan terkadang memberikan kepada makhluk-Nya beberapa nama dan sifat yang sama dengan nama dan sifat-sifat-Nya. Dalam hal ini, yang sama hanyalah lafadz dan artinya saja, tetapi hakikatnya tidaklah sama. Seperti nama Alloh ﷻ as-Sami’ (mendengar) dan al-Bashir (melihat), dalam surat al-Insan ayat 76, Alloh ﷻ -pun memberi nama kepada manusia dengan nama yang sama, yaitu as-Sami’ dan al-Bashir. Tetapi hakikat keduanya tidaklah sama, baik dalam kekekalan, keluasan, kekuatan dan ketajamannya, atau pun dari segi ke-bagaimanaan-nya dalam melihatnya dan dari segi-segi lainnya. Maka, kesamaan lafadz dalam nama dan sifat dengan dukungan dalil tidaklah berarti adanya kesamaan hakikat, dan tidak pula berarti arti kesyirikan.
Ahlus Sunnah menerima nama-nama dan sifat-sifat Alloh ﷻ sebagaimana yang dikabarkan oleh wahyu tanpa mengubah-ubahnya, baik lafadz maupun artinya, sedangkan hakikat nama-nama dan sifat-sifat-Nya tersebut ada pada ilmu Alloh ﷻ dan kita tidak mengetahuinya, jadi kita meyakini bahwa sifat Alloh ﷻ itu tidak ada yang menyerupainya.
Semua nama-nama Alloh ﷻ adalah al-asma’ al-husna’ (nama yang baik). Tidak ada dalam nama-nama-Nya kandungan keburukan sedikit pun. Oleh karena itu, kita diperintahkan untuk beribadah dan berdoa dengan al-asma’al-husna’ tersebut. Maka sebagai orang-orang yang beriman, kita berkewajiban untuk mempelajari nama-nama dan sifat-sifat-Nya tersebut.
Ikut Partisipasi Mendukung Program, Salurkan Donasi Andi di Sini!